ILMU BUDAYA DASAR
Posted by febriana syachfitri on 05.53
JUDUL 6
MANUSIA DAN ILMU PENGETAHUAN
Ilmu
pengetahuan merupakan rangkaian kata yang sangat berbeda namun memiliki kaitan
yang sangat kuat. Ilmu dan pengetahuan memang terkadang sulit dibedakan oleh
sebagian orang karena memiliki makna yang berkaitan dan sangat berhubungan
erat. Membicarakan masalah ilmu pengetahuan dan definisinya memang sebenarnya
tidak semudah yang diperkirakan. Adanya berbagai definisi tentang ilmu
pengetahuan ternyata belum dapat menolong untuk memahami hakikat ilmu
pengetahuan itu.
Di dalam
kamus Bahasa Indonesia, ilmu merupakan pengetahuan tentang suatu bidang yang
disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala-gejala tertentu. Mulyadhi Kartanegara mengatakan ilmu adalah
any organized knowledge. Ilmu dan sains menurutnya tidak berbeda, terutama
sebelum abad ke-19, tetapi setelah itu sains lebih terbatas pada bidang-bidang
fisik atau inderawi, sedangkan ilmu melampauinya pada bidang-bidang non fisik,
seperti metafisika.
Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli seperti yang
dikutip oleh Bakhtiar tahun 2005 diantaranya
adalah :
a. Mohamad
Hatta, mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan
hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut
kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam.
b. Ralph Ross dan
Ernest Van Den Haag, mengatakan ilmu adalah yang empiris, rasional, umum dan
sistematik, dan ke empatnya serentak.
c. Karl Pearson,
mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif dan konsisten
tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.
d. Ashley
Montagu, menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu
sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan
hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.
e. Harsojo
menerangkan bahwa ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yang disistemasikan dan
suatu pendekatan terhadap seluruh dunia empiris yaitu dunia yang terikat oleh
faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh
pancaindrea manusia. Lebih lanjut ilmu didefinisikan sebagai suatu cara
menganalisis yang mengijinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan suatu
proposisi dalam bentuk: “jika… maka”.
f. Afanasyef,
menyatakan ilmu adalah manusia tentang alam, masyarakat dan pikiran. Ia
mencerminkan alam dan konsep-konsep, kategori dan hokum-hukum, yang
ketetapannya dan kebenarannya diuji dengan pengalaman praktis.
Dari
beberapa definisi ilmu yang dijelaskan para ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang rasional, sistematik, konfrehensif,
konsisten, dan bersifat umum tentang fakta dari pengamatan yang telah
dilakukan. Dan berdasarkan definisi di atas terlihat jelas ada hal prinsip yang
berbeda antara ilmu dengan pengetahuan. Pengetahuan adalah keseluruhan
pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai matafisik maupun fisik. Dapat
juga dikatakan pengetahuan adalah informasi yang berupa common sense, tanpa memiliki metode, dan mekanisme
tertentu. Pengetahuan berakar pada adat dan tradisi yang menjadi kebiasaan dan
pengulangan-pengulangan. Dalam hal ini landasan pengetahuan kurang kuat
cenderung kabur dan samar-samar. Pengetahuan tidak teruji karena kesimpulan
ditarik berdasarkan asumsi yang tidak teruji lebih dahulu. Pencarian
pengetahuan lebih cendrung trial and error dan berdasarkan pengalaman belaka.
Secara lebih jelas, ilmu seperti sapu lidi, yakni sebagian
lidi yang sudah diraut dan dipotong ujung dan pangkalnya kemudian diikat,
sehingga menjadi sapu lidi. Sedangkan pengetahuan adalah lidi-lidi yang masih
berserakan di pohon kelapa, di pasar, dan tempat lainnya yang belum tersusun
dengan baik.
Jadi, dari asumsi-asumsi, pendapat-pendapat yang telah
dikumpulkan, maka ilmu pengetahua dapat didefinisikan sebagai seluruh usaha
sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari
berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar
dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan
membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu diperoleh dari
keterbatannya.
2.2 Gejala Mengetahui
Mengetahui
sebenarnya merupakan suatu kebutuhan manusia, sebab manusia pada dasarnya
berapa pada posisi sebagai makhluk hidup yang dari tidak tahu menjadi tahu,
manusia yang tidak tahu ingin menjadi tahu karena adanya rasa ingin tahu yang
tinggi, dari rasa ingin tahu itulah menjadi suatu kebutuhan manusia untuk
menambah pengetahuan menjadi suatu ilmu yang dimilikinya.. Maka, gejala inilah
yang disebut gejala mengetahui, gejala yang kemudian melahirkan sebuah
pengetahuan (filsafat) bagi manusia. Pengetahuan yang merupakan segala sesuatu
yang diketahui manusia. Sesuatu yang berupa sasaran/ objek pengetahuan manusia,
baik itu berupa sesuatu yang ada, yang mungkin ada, yang pernah ada, bahkan
sesuatu yang mengadakan. Gejala yang
lahir dalam diri manusia karena adanya potensi untuk mengetahui dengan
menggunakan akalnya untuk mengetahui segala sesuatu yang tidak diketahui,
mencari, berupaya, dan akhirnya menganalisis pengetahuan yang didapatnya untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Jika pengetahuan tersebut dapat memuaskan
manusia, maka disebut pengetahuan yang benar. Namun pengetahuan yang tidak
benar disebut kekeliruan. Keliru tersebut seringkali lebih jelek dari pada
tidak tahu dan dapat menghasilkan perbuatan yang salah dan menjadi malapetaka
bagi manusia.
Adapun
pengelompokan manusia dari hasil gejala mengetahui yakni:
- Manusia
tahu, bahwa ia tahu. Maksudnya manusia mengetahui bahwa dirinya mengetahui
suatu objek pengetahuan
- Manusia
tahu, bahwa ia tidak tahu. Maksudnya manusia mengetahui bahwa ia tidak
mengetahui tentang suatu objek pengetahuan tersebut
- Manusia
tidak tahu, bahwa ia tahu. Maksudnya manusia tidak mengetahui/ tidak sadar
bahwa dirinya sebenarnya tahu mengenai suatu objek tersebut
- Manusia
tidak tahu, bahwa ia tidak tahu. Manusia inilah yang disebut manusia yang sok
tahu, karena ia tidak mengetahui bahwa dirinya tidak tahu akan suatu objek
tersebut
Maka proses
tidak tahu menjadi tahu inilah yang disebut proses pendidikan.
2.3 Hakikat Ilmu
Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari keingintahuan manusia dengan suatu
subjek yang ingin diketahuinya. Pada hakikatnya, manusia memahami secara
sederhana apa itu pengetahuan namun yang menjadi masalahnya tidak semua manusia
dapat mendefinisikan dengan baik pengetahuan ilmu pengetahuan itu. Karena
sebenarnya, pengetahuan itu timbul karena manusianya sendiri yang mencari tahu.
Ilmu kadang memiliki makna sebagai sesuatu yang dimiliki seseorang setelah ia
mempelajarinya, sementara pengetahuan adalah apa yang diketahuinya.
Hakikat
pengetahuan menurut aliran yang berkembang yakni,
a. Idealisme
Para penganut aliran idealism berpandangan bahwa pengetahuan
adalah proses-proses mental dan psikologis yang bersifat subyektif. Oleh karena
itu, pengetahuan tidak lain merupakan gambaran subyektif tentang suatu
kenyataan. Menurut mereka, pengetahuan tidak memberikan gambaran sebenarnya
tentang kenyataan yang berada di luar pikiran manusia.
b. Empirisme
Tentang asal-usul pengetahua para penganut aliran ini
mengatakan bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman indra. Tentang hakikat pengetahuan,
mereka mengatakan bahwa pengetahuan adlah pengalaman. Seorang tokoh empirisme
radikal adalah David Hume. Dia berpendapat bahwa ide-ide dapat dikembalikan
kepada sensasi-sensasi (rangsang indra). Pengalaman merupakan ukuran terakhir
dari kenyataan. Apa yang dialami, itulah pengetahuan.
c. Positivisme
Kalau idealism dapat dianggap sebagai kelanjutan dari
rasionalisme, maka positivime merupakan perpanjangan dari empirisme. Para
penganut aliran ini menolak kenyataan di luar pengalaman. Mereka mengatakan
bahwa kepercayaan yang berdasarkan dogma harus digantikan pengetahuan yang
berdasarkan fakta.
d. Pragtisme
Tokoh-tokoh aliran ini antara lain Willian James, John
Dewey, dan C.S. Pierce. Menurut aliran ini, hakikat pengetahuan terletak dalam manfaat
praktisnya bagi kehidupan. Pengetahuan adalah sarana bagi perbuatan. C.S.
Pierce mengatakan bahwa yang penting adalah pengaruh sebuah ide atau
pengetahuan bagi sebuah rencana. Nilai sebuah pengetahuan tergantung pada
penerapannya secara konkrit dalam kehidupan masyarakat. Suatu pengetahuan itu
benar bukan karena ia mencerminkan kenyataan obyektif, melainkan karena ia
bermanfaat bagi umum. Menurut William James, ukuran kebenaran ditentukan oleh
akibat praktisnya. Sedangkan John Dewey menegaskan tidak perlu mempersoalkan
kebenaran suatu pengetahuan, tapi sejauh mana pengetahuan memecahkan persoalan
yang dihadapi masyarakat.
Masalah terjadinya pengetahuan adalah masalah yang amat
penting dalam epistemologi, sebab jawaban terhadap terjadinya pengetahuan maka
seseorang akan berwarna pandangan atau paham filsafatnya.
2.4 Jenis dan Sumber
Pengetahuan
A. Jenis
Pengetahuan
Secara umum, pengetahuan terdiri atas:
1. Pengetahuan non
ilmiah/ pengetahuan biasa (common sense)
Pengetahuan non ilmiah ialah pengetahuan yang diperoleh
dengan menggunakan cara-cara yang tidak termasuk dalam kategori metode ilmiah.
Secara umum pengetahuan non ilmiah ialah hasil pemahaman
manusia mengenai suatu objek tertentu yang terdapat dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Pengetahuan
ilmiah
Pengetahuan ilmiah ialah segenap hasil pemahaman manusia
yang diperoleh dengan menggunakan metode ilmiah. Pengetahuan ilmiah adalah
pengetahuan yang sudah lebih sempurna karena telah mempunyai dan memenuhi
syarat tertentu dengan cara berpikir yang khas, yaitu metodologi ilmiah.
3. Pengetahuan
noesis (filsafat)
Pengetahuan Noesis (filsafat) adalah pengetahuan yang tidak mengenal
batas, sehingga yang dicari adalah sebab-sebab yang paling hakiki. Pengetahuan
yang berminat mencapai pengetahuan kebanaran yang asli yang mengandung
ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika
atau pengetahuan yang objeknya adalah arche ialah prinsip utama yang mencakup
epistemologik dan metafisik, ontologi dan aksionlogi.
4. Pengetahuan
agama
Pengetahuan agama adalah pengetahuan yang hanya diperoleh
dari Tuhan melalui para Nabi dan Rasul-Nya yang bersifat mutlak dan wajib
diikuti para pemeluknya. Menjadi tolak ukur kebenaran dalam suatu keyakinan dan
perpegang pada kitab yang dipegang oara pememluknya.
B. Sumber
Pengetahuan
Kebenaran adalah pernyataan tanpa ragu. Pembuktian kebenaran
pengetahuan berdasarkan penalaran akal
atau rasioanal atau menggunakan logika deduktif. Premis dan proposisi
sebelumnya menjadi acuan berpikir rasionalisme. Kelemahan logika deduktif ini
sering pengetahuan yang diperoleh tidak sesuai dengan fakta. Namun pada
dasarnya, manusia memperoleh pengetahuan dari empat sumber yakni empirisme,
rasionalisme, intuisi, dan wahyu.
1. Empirisme,
merupakan manusia yang mendasarkan dirinya kepada pengalaman yang mengembangkan
paham. Menganggap bahwa dunia fisik adalah nyata karena merupakan gejala yang
tertangkap oleh pancaindera. Tokoh-tokohnya antara lain John Locke, Barkeley,
David Hume. Para penganut aliran empirisme tentu saja menentang kaum rasionalis
yang begitu memberikan tempat dan peranan bagi akal dalam proses lahirnya
pengetahuan. Mereka mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh lewat pengalaman.
Peran rasio dalam pengetahuan kecil saja. Yang lebih menentukan adalah
pengalaman indra. Akal hanya merupakan tempat penampungan yang secara positif
menerima apa yang diterima indra. John Locke, filsuf Inggris, misalnya menyebut
manusia dengan tabula rasa (papan yang kosong). Di atas papan yang kosong
inilah dicatat pengalaman-pengalaman yang masuk lewat indra.
2. Rasionalisme,
merupakan kaum rasionalis yang mengembangkan paham rasionalisme, dasar
kepastian dan kebenaran pengetahuan. Para penganut rasionalisme tidak
menyangkal peran indra, tetapi mengatakan bahwa peran indra sangat kecil. Yang
lebih aktif justru rasio. Mereka mengatakan, pengetahuan manusia sebenarnya
sudah ada lebih dulu dalam rasio berupa kategori-kategori. Ketika indra
manangkap objek, maka objek-objek yang ditangkap itu hanya dicocokkan saja
dengan kategori yang sudah ada lebih dulu dalam rasio. Jadi menurut mereka,
pengalaman adalah pelengkap bagi akal.
Kaum ini menggunakan metode deduktif dalam menyusun pengetahuannya,
idenya didapatkan dari anggapan-anggapan yang menurutnya jelas dan dapat
diterima. Tokoh-tokohnya kebanyakan para filsuf abad pertengahan, seperti
Agustinus, Johanes Scotus, Avicenna, dan para filsuf modern seperti Rene
Descartes, Spinoza, Leibniz, Fichte, Hegel. Plato, Galileo Galilei dan Leonardo
Da Vinci juga termasuk kelompok ini.
3. Intuisi,
merupakan manusia yang memperoleh pengetahuan yang tanpa melalui proses
penalaran tertentu. Tanpa melalui proses berpikir berliku-liku tiba-tiba saja
dia sudah sampai disitu. Paham ini diajarkan oleh Henri Bergon, sering filsuf
Prancis. Bergson membedakan pengetahuan atas pengetahuan diskursif dan
pengetahuan intuitif. Pengetahuan diskursif bersifat analitis, dan diperoleh
melalui perantara simbol. Pengetahuan seperti ini dinyatakan dalam simbol,
yakni bahasa. Jadi ini merupakan pengetahuan tidak langsung. Kalau saya
menceritakan pengalaman saya, maka saya menggunakan bahasa. Jadi, pengetahuan
yang diperoleh dengan cara ini bersifat tidak langsung. Sebaliknya pengetahuan
intuitif bersifat langsung, sebab tidak dikomunikasikan melalui media simbol.
Pengetahuan ini diperoleh lewat intuisi, pengalaman langsung orang yang
bersangkutan. Jelas, pengetahuan seperti ini lebih lengkap. Ia menghadirkan
pengalaman dan pengetahuan yang lengkap bagi orang yang mengalaminya. Tapi,
alhasil pengetahuan jenis ini bersifat subyektif, sebab hanya dialami oleh
orang tersebut. Menurut intuisionisme, pengetahuan yang lengkap hanya diperoleh
lewat intuisi, yakni penglihatan langsung. Pada pengalaman itu orang seperti
melihat kilatan cahaya yang memberikan kepadanya pengetahuan tentang sesuatu
secara tuntas. Jadi, ini merupakan pengetahuan lengkap, sedangkan pengetahuan
diskursif bersifat nisbih dan parsial. Jelaslah, bahwa sifat pengetahuan dalam
intuisionisme lebih subyektif dibanding pengetahuan rasionalis dan empiris yang
lebih objektif.
4. Wahyu,
merupakan pengetahuan yang bersumber dari Tuhan melalui hamba-Nya yang terpilih
untuk menyampaikannya (Nabi atau Rasul). Melalui wahyu, manusia diajarkan
tentang pengetahuan, baik yang terjangkau maupun tidak terjangkau oleh manusia.
http://meiisya.blogspot.com/2012/04/makalah-ilmu-pengetahuan.html
0 komentar:
Posting Komentar