ILMU BUDAYA DASAR JUDUL 3 "ALAT MUSIK TRADISIONAL DI
INDONESIA"
Posted by febriana syachfitri on 04.01
MANUSIA DAN KEBUDAYAAN
ANGKLUNG
Angklung adalah alat musik terbuat dari dua tabung bambu
yang ditancapkan pada sebuah bingkai yang juga terbuat dari bambu.
Tabung-tabung tersebut diasah sedemikian rupa sehingga menghasilkan nada yang beresonansi
jika dipukulkan. Dua tabung tersebut kemudian ditala mengikuti tangga nada
oktaf. Untuk memainkannya, bagian bawah dari bingkai ini dipegang oleh satu
tangan, sementara tangan yang lain menggoyangkan angklung secara cepat dari
sisi kiri ke kanan dan sebaliknya. Hal ini akan menghasilkan suatu nada yang
berulang. Dengan demikian, dibutuhkan sebanyak tiga atau lebih pemain angklung
dalam satu ensembel, untuk menghasilkan melodi yang lengkap.
Angklung telah populer di seluruh Asia Tenggara, namun sesungguhnya
berasal dari Indonesia dan telah dimainkan oleh etnis Sunda di Provinsi Jawa
Barat sejak zaman dahulu. Kata “angklung” berasal dari dua kata “angka” dan
“lung”. Angka berarti “nada”, dan lung berarti “putus” atau “hilang”. Angklung
dengan demikian berarti “nada yang terputus”.
Pada perioda Hindu dan Kerajaan Sunda, Jawa Barat, angklung
memegang peranan sangat penting pada beberapa upacara ritual masyarakat Sunda
dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai perantara dalam ritual, angklung dimainkan
untuk menghormati Dewi Sri, dewi kesuburan, dengan harapan agar negeri dan
kehidupan mereka dapat diberkati. Di kemudian hari, menurut Kidung Sunda, alat
musik ini juga digunakan oleh Kerajaan Sunda untuk penyemangat dalam situasi
pertempuran di Perang Bubat.
Angklung tertua yang masih ada sampai kini ialah Angklung
Gubrag. Angklung ini dibuat pada abad ke-17 di Jasinga,Bogor. Pada saat ini,
beberapa angklung dari zaman dahulu masih tersimpan di Museum Sri Baduga,
Bandung.
Seiring berjalannya waktu, angklung telah menarik banyak
perhatian di dunia internasional. Pada tahun 1938, Daeng Soetigna, dari
Bandung, menciptakan angklung yang berdasarkan tangga nada diatonik, alih-alih
menggunakan tangga nada tradisional pélog atau saléndro. Sejak saat itu,
angklung digunakan untuk tujuan pendidikan dan hiburan, dan bahkan dapat pula
dimainkan bersama dengan alat-alat musik Barat dalam orkestra. Salah satu
penampilan angklung dalam orkestra yang sangat terkenal ialah pada Konferensi
Asia-Afrika di Bandung tahun 1955. Udjo Ngalagena, seorang murid dari Daeng
Soetigna, kemudian membuka “Saung Angklung” (Rumah Angklung) pada tahun 1966 sebagai pusat
pengembangan angklung.
UNESCO menetapkan angklung sebagai Karya Budaya Takbenda dan
Warisan Budaya Dunia pada tanggal 18 November 2010. Di samping itu, UNESCO
menyarankan dengan sangat kepadaIndonesia untuk senantiasa menjaga dan
melestarikan karya dan warisan budayanya.
KECAPI
Sejarah alat musik kecapi berasal dari daerah Sunda. Alat
musik kecapi dimainkan sebagai alat musik utama dalam Tembang Sunda atau Mamaos
Cianjuran dan kecapi suling.Asal usul alat musik kecapi dalam bahasa sunda juga
merujuk kepada tanaman sentul, yang dipercaya kayunya digunakan untuk membuat
alat musik kecapi.
Alat musik tradisional kecapi merupakan alat musik kelasik
yang selalu mewarnai beberapa kesenian di tanah Sunda ini. Membuat kecapi
bukanlah hal gampang. Meski sekilas tampak kecapi seperti alat musik sederhana,
tetapi membuatnya tidaklah gampang. Untuk bahan bakunya saja terbuat dari kayu
Kenanga yang terlebih dahulu direndam selama tiga bulan. Sedangkan senarnya,
kalau ingin menghasilkan nada yang bagus, harus dari kawat suasa (logam
campuran emas dan tembaga), seperti kecapi yang dibuat tempo dulu. Berhubung
suasa saat ini harganya mahal, senar Kecapi sekarang lebih menggunakan kawat
baja.
Nada dalam kecapi sunda memiliki 5 ( pentatonis ) tangga
nada yaitu Da, Mi, Na, Ti, La, .
Pasangan alat musik kecapi sunda ini biasanya adalah suling
sunda yang terbuat dari bambu. Alunan musik yang mengalir akan terasa mempesona
pada telinga kita jika di mainkan keduanya. Kalau saya sendiri suka rindu akan
kampung halaman
GAMELAN
Salah satu kekayaan budaya Indonesia yang terkenal dalam
bidang musik adalah seni gamelan. Gamelan banyak ditemui di berbagai daerah
Indonesia. Musik gamelan terdapat di Pulau Jawa, Madura, Bali, dan Lombok.
Tentu saja, varian alat musik yang digunakan berbeda. Baik nama maupun bentuk.
Gamelan adalah
seperangkat alat musik dengan nada pentatonis, yang terdiri dari : Kendang,
Bonang, Bonang Penerus, Demung, Saron, Peking (Gamelan), Kenong & Kethuk,
Slenthem, Gender, Gong, Gambang, Rebab,, Siter, Suling. Komponen utama alat
musik gamelan adalah : bambu, logam, dan kayu. Masing-masing alat memiliki
fungsi tersendiri dalam pagelaran musik gamelan.
Kata Gamelan sendiri berasal dari bahasa Jawa “gamel” yang
berarti memukul / menabuh, diikuti akhiran “an” yang menjadikannya sebagai kata
benda. Sedangkan istilah gamelan
mempunyai arti sebagai satu kesatuan alat musik yang dimainkan bersama.
Bagi masyarakat Jawa khususnya, gamelan bukanlah sesuatu
yang asing dalam kehidupan kesehariannya. Dengan kata lain, masyarakat tahu
benar mana yang disebut gamelan atau seperangkat gamelan. Mereka telah mengenal
istilah 'gamelan', 'karawitan', atau 'gangsa'. Namun barangkali masih banyak
yang belum mengetahui bagaimana sejarah gamelan itu sendiri, sejak kapan
gamelan mulai ada di Jawa ?.
Awalnya, alat musik instrumen gamelan dibuat berdasarkan
relief yang ada dalam Candi Borobudur pada abad ke-8. Dalam relief di candi
tersebut, terdapat beberapa alat musik yang terdiri dari kendang, suling bambu,
kecapi, dawai yang digesek dan dipetik, serta lonceng.
Sejak itu, alat musik tersebut dijadikan sebagai alat musik
dalam alunan musik gamelan jawa. Alat musik yang terdapat di relief Candi
Borobudur tersebut digunakan untuk memainkan gamelan. Pada masa pengaruh budaya
Hindu-Budha berkembang di Kerajaan Majapahit, gamelan diperkenalkan pada
masyarakat Jawa di Kerajaan Majapahit.
Menurut mitologi Jawa, gamelan diciptakan oleh Sang Hyang
Guru pada Era Saka. Beliau adalah dewa yang menguasai seluruh tanah Jawa,
dengan istana yang berada di gunung Mahendra di daerah Medangkamulan (sekarang
Gunung Lawu). Alat musik gamelan yang pertama kali diciptakan adalah “gong”,
yang digunakan untuk memanggil para dewa. Setelah itu, untuk menyampaikan pesan
khusus, Sang Hyang Guru kembali menciptakan beberapa peralatan lain seperti dua
gong, sampai akhirnya terbentuklah seperangkat gamelan.
Pada jaman Majapahit, alat musik gamelan mengalami
perkembangan yang sangat baik hingga mencapai bentuk seperti sekarang ini dan
tersebar di beberapa daerah seperti Bali, dan Sunda (Jawa Barat).
Bukti otentik pertama tentang keberadaan gamelan ditemukan
di Candi Borobudur, Magelang Jawa Tengah yang berdiri sejak abad ke-8. Pada
relief-nya terlihat beberapa peralatan seperti suling bambu, lonceng, kendhang
dalam berbagai ukuran, kecapi, alat musik berdawai yang digesek dan dipetik,
termasuk sedikit gambaran tentang elemen alat musik logam. Perkembangan
selanjutnya, gamelan dipakai untuk mengiringi pagelaran wayang dan tarian.
Sampai akhirnya berdiri sebagai musik sendiri dan dilengkapi dengan suara para
sinden.
Gamelan yang berkembang di Jawa Tengah, sedikit berbeda
dengan Gamelan Bali ataupun Gamelan Sunda. Gamelan Jawa memiliki nada yang
lebih lembut apabila dibandingkan dengan Gamelan Bali yang rancak serta Gamelan
Sunda yang mendayu-dayu dan didominasi suara seruling. Menurut beberapa
penelitian, perbedaan itu adalah akibat dari pengungkapan terhadap pandangan
hidup “orang jawa” pada umumnya.
Pandangan yang dimaksud adalah : sebagai orang jawa harus
selalu “memelihara keselarasan kehidupan jasmani dan rohani, serta keselarasan
dalam berbicara dan bertindak”. Oleh sebab itu, “orang jawa” selalu menghindari
ekspresi yang meledak-ledak serta selalu berusaha mewujudkan toleransi antar
sesama. Wujud paling nyata dalam musik gamelan adalah tarikan
tali rebab yang sedang, paduan seimbang bunyi kenong, saron
kendang dan gambang serta suara gong pada setiap penutup irama.
Penalaan dan pembuatan orkes gamelan adalah suatu proses
yang sangat kompleks. Gamelan menggunakan empat cara penalaan, yaitu
“sléndro”, “pélog”, ”Degung” (khusus daerah Sunda, atau Jawa
Barat), dan “madenda” (juga dikenal sebagai diatonis), sama seperti skala minor
asli yang banyak dipakai di Eropa.
Slendro memiliki 5 nada per oktaf, yaitu : 1 2 3 5 6 [C- D E+ G A] dengan perbedaan
interval kecil.Pelog memiliki 7 nada per oktaf, yaitu : 1 2 3 4 5 6 7 [C+ D E- F# G# A B] dengan
perbedaan interval yang besar.
Komposisi musik gamelan diciptakan dengan beberapa aturan,
yang terdiri dari beberapa putaran dan pathet, dibatasi oleh satu gongan serta
melodinya diciptakan dalam unit yang terdiri dari 4 nada.
Alunan musik gamelan jawa di daerah Jawa sendiri disebut
karawitan. Karawitan adalah istilah yang digunakan untuk menyebutkan alunan
musik gamelan yang halus. Seni karawitan yang menggunakan instrumen gamelan
terdapat pada seni tari dan seni suara khas Jawa, yaitu sebagai berikut.Seni
suara terdiri dari sinden, bawa, gerong, sendon, dan celuk.Seni pedalangan
terdiri dari wayang kulit, wayang golek, wayang gedog, wayang klithik, wayang
beber, wayang suluh, dan wayang wahyu.Seni tari terdiri dari tari srimpi,
bedayan, golek, wireng, dan tari pethilan.
Seni gamelan Jawa tidak hanya dimainkan untuk mengiringi
seni suara, seni tari, dan atraksi wayang. Saat diadakan acara resmi kerajaan
di keraton, digunakan alunan musik gamelan sebagai pengiring. Terutama, jika
ada anggota keraton yang melangsungkan pernikahan tradisi Jawa. Masyarakat Jawa
pun menggunakan alunan musik gamelan ketika mengadakan resepsi pernikahan.
Sasando: Lantunan Merdu Alat Musik Tradisional dari Pulau
Rote Sasando: Lantunan Merdu Alat Musik Tradisional dari Pulau Rote
Dewasa ini memainkan alat musik tradisional menjadi begitu
jarang selain digeluti oleh penduduk asli setempat tempat asalnya. Generasi
muda lebih tertarik memainkan alat musik modern seperti gitar, bass, piano,
biola, drum, dan sebagainya. Sebenarnya memainkan alat musik tradisional tak
kalah menarik dan salah satu alat musik tradisional khas Nusantara yang begitu
memukau adalah sasando, alat musik tradisional berbahan pohon lontar dan bambu
dari Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur.
Sejarah alat musik sasando menurut penuturan masyarakat di
Pulau Rote diawali seorang pemuda bernama Sangguana. Suatu hari ia pergi menuju
padang sabana, karena kelelahan kemudian ia berhenti untuk beristirahat sejenak
di bawah pohon lontar. Secara tidak sengaja ia pun tertidur dan bermimpi sedang
memainkan sebuah alat musik dari pohon lontar dan berikutnya mimpi tersebut
menginspirasinya untuk menciptakan alat musik yang kemudian dikenal sebagai
sasando.
Sasando merupakan alat musik tradisional khas Pulau Rote,
Nusa Tenggara Timur. Di Pulau Rote, istilah sasando sering disebut sasandu yang
berarti alat yang bergetar atau berbunyi, sedangkan di Kupang disebut Sasando.
Cara memainkan alat musik ini dengan dipetik. Bahan pembuat sasando secara
keseluruhan terbuat dari pohon-daun lontar, bambu, kecuali dawai yang terbuat
dari kawat halus seperti senar string.
Sekilas bentuk sasando mirip alat musik petik lainnya yakni
biola, gitar dan kecapi namun uniknya sasando memiliki bunyi merdu khas yang berbeda. Hal itu
dikarenakan sasando terbuat dari bambu dengan badan utama dibentuk menjadi
tabung panjang dan di bagian tengah tabung diberi ganjalan melingkar dari atas
hingga ke bawah. Senar atau dawai
direntangkan dari atas hingga ke bawah tabung. Tabung diletakan pada
tempat yang terbuat dari anyaman daun lontar dan dibentuk setengah melingkar
seperti kipas. Sasando adalah alat musik tradisional yang perlu dirawat rutin.
Setiap 5 tahun sekali daun lontar harus diganti karena sifatnya yang mudah
berjamur.
Daftar pustaka :
http://www.angklungeindhoven.com/id/about/history-of-angklung/
http://kamus-sunda.com/res-23929-sejarah-alat-musik-kecapiberasal-dari-daerah.html#.UpSDEsSnqLU
artikel Sejarah Kesenian Gamelan Jawa
http://www.kumpulansejarah.com/2013/03/sejarah-kesenian-gamelan-jawa.html
http://www.indonesia.travel/id/destination/663/-pulau-rote/article/241/sasando-lantunan-merdu-alat-musik-tradisional-dari-pulau-rote
0 komentar:
Posting Komentar