Bentuk kecintaan Manusia :
a.) Cinta Kepada
Tuhan
Penyempurnaan
kemanusiaan terletak di sini, yaitu bahwa kecintaan kepada Allah mesti menaklukkanhati
manusia dan menguasainya sepenuhnya.Kalaupun kecintaan kepada Allah tidak
menguasainya sepenuhnya, maka hal itu mesti merupakan perasaan yang paling
besar di dalam hatinya, mengatasi kecintaan kepada yang lain-lain. Meskipun demikian,
mudah dipahami bahwa kecintaan kepada Allah adalah sesuatu yang sulit dicapai,
sehingga suatu aliran teologi telah kenyataan sama sekali menyangkal, bahwa
manusia bisa mencitai suatu wujud yang bukan merupakan spesiesnya sendiri.
Mereka telah mendefinisikan kecintaan kepada Allah sebagai sekedar ketaatan
belaka.Orang-orang yang berpendapat demikian sesungguhnya tidak tahu apakah
agama itu sebenarnya.
ia
tidak memiliki keimanan yang benar." Ketika Malaikat Maut datang untuk
mengambil nyawa Nabi Ibrahim, Ibrahim berkata: "Pernahkan engkau melihat
seorang sahabat mengambil nyawa sahabatnya?" Allah menjawabnya,
"Pernahkan engkau melihat seorang kawan yang tidak suka untuk melihat
kawannya?"Maka Ibrahim pun berkata, "Wahai Izrail, ambillah
nyawaku!"
Sekarang
kita akan membahas sifat esensial cinta. Cinta bisa didefinisikan sebagai suatu
kecenderungan kepada sesuatu yang menyenangkan. Hal ini tampak nyata berkenaan
dengan lima indera kita. Masing-masing indera mencintai segala sesuatu yang
memberinya kesenangan.Jadi, mata mencintai bentuk-bentuk yang indah, telinga
mencintai musk, dan seterusnya.Ini adalah sejenis cinta yang juga dimiliki oleh
hewan-hewan.Tetapi ada indera keenam, yakni fakultas persepsi, yang tertanamkan
dalam hati dan tidak dimiliki oleh hewan-hewan. Dengannya kita menjadi sadar
akan keindahan dan keunggulan ruhani. Jadi, seseorang yang hanya akrab dengan
kesenangan-kesenangan inderawi tidak akan bisa memahami apa yang dimaksud oleh
Nabi saw. ketika bersabda bhwa ia mencintai shalat lebih daripada wewangian dan
wanita, meskipun keduanya itu juga menyenangkan baginya. Tetapi orang yang
mata-hatinya terbuka untuk melihat keindahan dan kesempurnaan Allah akan
meremehkan semua penglihatan-penglihatan luar, betapa pun indah tampaknya semua
itu.
Jika
kita terapkan prinsip ini untuk kecintaan kepada Allah, maka akan kita dapati
bahwa Ia sendiri sajalah yang pantas dicintai. Dan jika seseorang tidak
mencintaiNya, maka hal itu disebabkan karena ia tidak mengenaliNya. Karena
alasan inilah, maka kita mencintai Muhammad saw., karena ia adalah Nabi dan
kecintaan Allah; dan kecintaan kepada orang-orang berilmu dan bartakwa adalah
benar-benar kecintaan kepada Allah. Kita akan melihat hal ini lebih jelas kalau
kita membahas sebab-sebab yang bisa membangkitkan kecintaan.
Memang
ini adalah suatu masalah yang agak berbahaya untuk diperbincangkan, karena hal
ini berada di balik pemahaman orang-orang awam.Seseorang yang cerdas sekalipun
bisa tersandung dalam membicarakan soal ini dan percaya pada inkarnasi dan
kersekutuan dengan Allah.Meskipun demikian, "persamaan" yang maujud
di antara manusia dan Allah menghilangkan keberatan para ahli Ilmu Kalam yang
telah disebutkan di atas itu, yang berpendapat bahwa manusia tidak bisa
mencintai suatu wujud yang bukan dari spesiesnya sendiri. Betapa pun jauh jarak
yang memisahkan mereka, manusia bisa mencintai Allah karena
"persamaan" yang disyaratkan di dalam sabda Nabi: "Allah
menciptakan manusia dalam kemiripan dengan diriNya sendiri."
Tanda-tanda
Kecintaan kepada Allah
Banyak
orang mengaku telah mencintai Allah, tetapi masing-masing mesti memeriksa diri
sendiri berkenaan dengan kemurnian cinta yang ia miliki. Ujian pertama adalah:
dia mesti tidak membenci pikiran tentang mati, kerena tak ada seorang
"teman" pun yang ketakutan ketika akan bertemu dengan
"teman"nya. Nabi saw. Berkata: "Siapa yang ingin melihat Allah,
Allah pun ingin melihatnya." Memang benar bahwa seorang pencinta Allah
yang ikhlas mungkin saja bisa takut akan kematian sebelum ia menyelesaikan
persiapannya untuk ke akhirat, tapi jika ia ikhlas ia akan rajin dalam membuat
persiapan-persiapan itu.
Ujian
keikhlasan yang kedua ialah seseorang mesti rela mengorbankan kehendaknya demi
kehendak Allah; mesti berpegang erat-erat kepada apa yang membawanya lebih
dekat kepada Allah; dan mesti menjauhkan diri dari tempat-tempat yang
menyebabkan ia berada jauh dari Allah.
maka
diamlah; karena jika engkau berkata: 'Saya tidak mencintaiNya,' maka engkau
menjadi seorang kafir; dan jika engkau berkata: 'Ya, saya mencintai Allah,'
padahal perbuatan-perbuatanmu bertentangan dengan itu.
0 komentar:
Posting Komentar